Misteri Mayat Berjalan & Kerbau Belang Toraja



Kerbau bule (bulai = putih) terdapat dibanjak tempat, tapi kerbau belang hanja ada di Toradja. Dan bagaikan andjing poodle atau kutjing Angora, kerbau bule jang berbelang hitam itu merupakan status simbol bagi pemiliknja. Bila binatang terhormat ini ada disawah, maka ia tidak akan dibiarkan merumput sendiri, tapi sambil makan dituntun dengan seksama. 

Kalau kebetulan ada kerbau belang jang kelihatan membadjak sawah (dalam pengertian menghantjurkan tanah) maka itu pasti kerbau belang betina. Akan kerbau belang djantan tidak ada kerdjanja selain daripada makan dan tidur jang sempurna. Untuk tugas ini ia dihargai 10 x harga kerbau biasa. Selain dari keanehannja (diseluruh dunia, kerbau belang hanja terdapat di Toradja) maka djumlahnja jang terbatas (tidak setiap kerbau belang melahirkan anak jang djuga belang) sangat menentukan nilai dan harga binatang ini. Namun demikian tidak semua kerbau belang dinilai setaraf dan dihargai sama.

Ketika Gubernur Lamo ingin membeli sepasang kerbau belang untuk dipersembahkan kepada Presiden Soeharto, maka seorang ahli Toradja telah ditugaskan untuk mentjari kerbau belang djantan istimewa jang konon harus memenuhi beberapa sjarat djasmaniah. Pertama ekornja harus pandjang kedua harus ada alis hitam melintang diatas kedua matanja (binatang mana gerangan jang punja alis?) ketiga matanja harus sangat bening, hitamnja-hitam dan putihnja putih keempat, pusarnja membentuk sesuai dengan garis-garis jang ditentukan. 

Arkian, dengan susah pajah kerbau belang istimewa itu dapat ditemukan djuga dan harganja: sang djantan Rp 165.000, sang betina Rp 30.000. Sekarang sepasang binatang terhormat itu dipelihara di Bogor, tapi orang-orang Toradja mengchawatir kan kesehatan mereka. "Salah-salah urus, bisa kurus", kata Sekretaris Daerah Toradja, Drs Randa MTB. Apa jang dikatakannja dapat dimaklumi mengingat kerbau, melebihi jang lain merupakan binatang kesajangan penduduk. "Ternak ini dipelihara untuk kebutuhan sosial dan budaja", udjar bupati Abner Tampubolon. Menurut dia malah disana ada kerbau jang tidak bertanduk, dan kalau itu benar maka binatang djenis ini tidak dapat ditjari ditempat lain ketjuali di Sulawesi. Anti Busuk. Seolah keanehan kerbau tidak tjukup, alam masih melimpahkan beberapa mukdjizat ketjil lainnja bagi Tana Toradja. 

Konon disebuah gua di desa Sillanang sedjak tahun 1905 telah ditemukan majat manusia jang utuh, tidak busuk sampai sekarang. Majat itu tidak dibalsem seperti jang dilakukan orang-orang Mesir Purba bahkan tidak diberi ramuan apapun. Tapi bisa tetap utuh. Menurut pendapat Tampubolon, kemungkinan ada sematjam zat digua itu jang chasiatnja bisa mengawetkan majat manusia. Kalau sadja ada ahli geologi dan kimia jang mau membuang waktu menjelidiki tempat itu, agaknja teka teki gua Sillanang dapat dipetjahkan. Di samping majat jang anti husuk, ada pula majat manusia jang bisa berdjalan diatas kedua kakinja, bagaikan orang hidup jang tidak kurang suatu apa. Kalau mau ditjari djuga perbedaannja, ada, tapi tidak begitu kentara.

Konon menurut Tampubolon, sang majat berdjalan kaku dan agak tersentak-sentak. Dan dalam perdjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup jang mengawalnja, sampai ketudjuan achir jaitu rumahnja sendiri. Mengapa harus demikian? 

Dan dalam perdjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup jang mengawalnja, sampai ketudjuan achir jaitu rumahnja sendiri. Mengapa 
harus demikian?

Tjeritanja begini. Orang-orang Toradja biasa mendjeladjah daerahnja jang bergunung-gunung dan banjak tjeruk itu hanja dengan berdjalan kaki. Dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau jang sematjamnja. Nah dalam perdjalanan jang berat itu kemungkinan djatuh sakit dan mati selalu ada.

Supaja majat tidak sampai ditinggal didaerah jang tidak dikenal (orang Toradja menghormati roh setiap orang jang meninggal) dan djug supaja ia tidak menjusahkan manusia lainnja (akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus djenazah sepandjang perdjalanan jang makan waktu berhari-hari), maka dengan satu ilmu gaib, mungkin sedjenis hipnotisme menurut istilah saman sekarang, majat diharuskan pulang berdjalan kaki dan baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannja didalam rumahnja sendiri.


Kini, tiba saatnya keluarga Tumonglo menjalani ritual inti dari Ma`nene. Di bawah kuburan tebing batu Tunuan, keluarga ini berkumpul menunggu peti jenazah nenek Biu--leluhur keluarga Tumonglo yang meninggal dunia setahun lalu--diturunkan. Tak jauh dari tebing, kaum lelaki saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil melantunkan Ma`badong. Sebuah gerak dan lagu yang melambangkan ratapan kesedihan mengenang jasa mendiang yang telah wafat sekaligus memberi semangat pada keluarga almarhum.


Bersamaan dengan itu, peti jenazah pun mulai diturunkan dari lubang batu secara perlahan-lahan. Peti kusam berisi jasad nenek Biu. Keluarga Tumonglo mempercayai bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Sejatinya kematian bukanlah akhir dari segala risalah kehidupan. Karena itu, menjadi kewajiban bagi setiap keluarga untuk mengenang dan merawat jasad leluhurnya meski sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Dalam ritual ini, jasad orang mati dikeluarkan kembali dari tempatnya. Kemudian, mayat tersebut dibungkus ulang dengan lembaran kain baru oleh masing-masing anak cucunya.

Acara dilanjutkan dengan membuka dua peti yang berisi jasad leluhur. Mayat yang sudah meninggal setahun yang lalu itu dibungkus ulang dengan kain baru. Perlakuan itu diyakini atas rasa hormat mereka pada leluhur semasa hidup. Mereka yakin arwah leluhur masih ada untuk memberi kebaikan.


Namanya Bapak Lambaa, meninggal usia 70 tahun. Tingginya sekitar 165 cm. Keluarganya menggulung celana dengan perlahan hingga lutut. Yang lain ikut mendandani Ambe Lambaa. Pakaian usang yang dikenakannya bertahun-tahun sekarang ikut diganti. Kaos kaki, jas, celana luar dan dalam. Hingga rambut harus disisir.

Kini bapak Lambaa kembali menggunakan pakaian bersih. Perlahan-lahan ditidurkan kembali pada rumah petinya.



source : kaskus.us






Keanehan terachir jang tidak begitu menakdjubkan adalah "ballo" (tuak) jang kalau diminum tidak memabukkan, betapapun banjak anda meminumnja. Tuak jang diramu dengan sedjenis kulit kaju ini disamping memanaskan badan djuga menambah tenaga dan memperpandjang umur. Mungkin benar djuga, karena usia penduduk disana rata-rata mentjapai 80 sampai 100 tahun. Apakah ballo akan sama mudjarabnja kalau diminum diluar Toradja, masih belum di tjoba. 
sumber:http://torajacybernews.blogspot.com/2010/03/belang-ballo-di-toraja_5925.html



 thanks,

0 Response to "Misteri Mayat Berjalan & Kerbau Belang Toraja"

Posting Komentar

Terimakasih telah memberikan komentar disini.

Disclaimer: gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami pada halaman ini.